Penulis : Didik Purwanto | Rabu,
31 Oktober 2012 | 11:46 WIB
KOMPAS/WISNU
WIDIANTOROPetugas melakukan uji
peralatan KWh meter di PLN Puslitbang Ketenagalistrikan di Kawasan Duren Tiga, Jakarta
Selatan, Kamis (9/8/2012). Pengujian tersebut dilakukan agar perlengkapan
listrik yang digunakan sesuai standar sehingga aman digunakan.
JAKARTA, KOMPAS.com —
PLN diduga mengalami inefisiensi biaya listrik dan dianggap merugikan negara Rp
37,6 triliun. DPR juga harus bertanggung jawab atas permasalahan tersebut.
Pengamat
kelistrikan dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa
menjelaskan, DPR tidak boleh hanya memverifikasi, baik dari Dirut PLN yang lama
maupun yang baru, BPH Migas, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), hingga
Kementerian ESDM.
"Tetapi,
Komisi VII DPR juga harus bertanggung jawab atas kerugian PLN tersebut. Jangan
hanya menyalahkan mantan Dirut PLN (Dahlan), Dirut PLN saat ini maupun
sebelumnya, BPH Migas, PGN, dan Kementerian ESDM," kata Fabby saat workshop "Rasionalisasi
Tarif Listrik Menuju Subsidi Tepat Sasaran" di Hotel Harris Sentul, Bogor,
Jawa Barat, Selasa (30/10/2012) malam.
Menurut
Fabby, DPR dinilai harus ikut bertanggung jawab terhadap kerugian PLN karena
anggota dewan ini ikut menyetujui anggaran maupun subsidi yang akan
dialokasikan ke PLN. Jika lepas tangan, DPR dianggap melakukan persetujuan
pemberian subsidi dan anggaran untuk PLN tanpa kesadaran penuh. Jadi, hanya
langsung menyetujui tanpa memeriksa rincian penggunaan subsidi maupun anggaran
PLN tersebut.
"Mana
mungkin DPR tidak tahu, dana subsidi dan anggaran PLN itu untuk apa saja, beli
bahan bakar minyak (BBM) berapa, beli gas berapa. Kalau DPR sudah ketok palu,
berarti DPR sudah setuju penggunaan alokasi dana subsidi dan anggaran itu untuk
apa saja," tambahnya.
Sekadar
catatan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengaudit PLN pada tahun 2009 dan
baru selesai pada September 2011 ini. Hasil audit itu yaitu PLN diduga
melakukan inefisiensi penggunaan BBM untuk pembangkit listrik dan mengakibatkan
kerugian negara Rp 37,6 triliun.
Mantan
Direktur Utama PLN Dahlan Iskan menyebut bahwa inefisiensi biaya tersebut
disebabkan PLN terpaksa harus memakai BBM untuk pembangkit listrik karena
pasokan gas untuk pembangkit habis. Jika tidak menggunakan BBM, pilihan lain
adalah mematikan listrik Jakarta selama setahun penuh.
Atas
penggunaan BBM tersebut, biaya operasional PLN terpaksa membengkak hingga Rp
37,6 triliun. Bahkan, kata Dahlan, kerugiannya malah bisa menembus Rp 100
triliun.
Diunduh: senin, 05 November 2012 20:12 WIB
Analisis:
Menurut
saya DPR dan PLN harus bertanggung jawab atas penggunaan subsidi yang
membengkak,akibat nya Negara mengalami kerugian. Inefisiensi biaya disebabkan
PLN harus terpaksa memakai BBM untuk pembangkit listrik dikarenkan,pasokan gas
untuk pembangkit telah habis. Jika tidak menggunakan BBM pilihan nya adalah
mematikan listrik Jakarta selama setahun penuh. Karena atas pemakaian BBM
tersebut PLN mengalami kerugian hampir Rp 100 triliun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar