Sabtu, 10 November 2012

Inefisiensi PLN Rp 37,6 Triliun, DPR harus Ikut tanggung jawab



Penulis : Didik Purwanto | Rabu, 31 Oktober 2012 | 11:46 WIB



KOMPAS/WISNU WIDIANTOROPetugas melakukan uji peralatan KWh meter di PLN Puslitbang Ketenagalistrikan di Kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (9/8/2012). Pengujian tersebut dilakukan agar perlengkapan listrik yang digunakan sesuai standar sehingga aman digunakan.
JAKARTA, KOMPAS.com — PLN diduga mengalami inefisiensi biaya listrik dan dianggap merugikan negara Rp 37,6 triliun. DPR juga harus bertanggung jawab atas permasalahan tersebut.
Pengamat kelistrikan dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan, DPR tidak boleh hanya memverifikasi, baik dari Dirut PLN yang lama maupun yang baru, BPH Migas, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), hingga Kementerian ESDM.
"Tetapi, Komisi VII DPR juga harus bertanggung jawab atas kerugian PLN tersebut. Jangan hanya menyalahkan mantan Dirut PLN (Dahlan), Dirut PLN saat ini maupun sebelumnya, BPH Migas, PGN, dan Kementerian ESDM," kata Fabby saat workshop "Rasionalisasi Tarif Listrik Menuju Subsidi Tepat Sasaran" di Hotel Harris Sentul, Bogor, Jawa Barat, Selasa  (30/10/2012) malam.
Menurut Fabby, DPR dinilai harus ikut bertanggung jawab terhadap kerugian PLN karena anggota dewan ini ikut menyetujui anggaran maupun subsidi yang akan dialokasikan ke PLN. Jika lepas tangan, DPR dianggap melakukan persetujuan pemberian subsidi dan anggaran untuk PLN tanpa kesadaran penuh. Jadi, hanya langsung menyetujui tanpa memeriksa rincian penggunaan subsidi maupun anggaran PLN tersebut.
"Mana mungkin DPR tidak tahu, dana subsidi dan anggaran PLN itu untuk apa saja, beli bahan bakar minyak (BBM) berapa, beli gas berapa. Kalau DPR sudah ketok palu, berarti DPR sudah setuju penggunaan alokasi dana subsidi dan anggaran itu untuk apa saja," tambahnya.
Sekadar catatan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengaudit PLN pada tahun 2009 dan baru selesai pada September 2011 ini. Hasil audit itu yaitu PLN diduga melakukan inefisiensi penggunaan BBM untuk pembangkit listrik dan mengakibatkan kerugian negara Rp 37,6 triliun.
Mantan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan menyebut bahwa inefisiensi biaya tersebut disebabkan PLN terpaksa harus memakai BBM untuk pembangkit listrik karena pasokan gas untuk pembangkit habis. Jika tidak menggunakan BBM, pilihan lain adalah mematikan listrik Jakarta selama setahun penuh.
Atas penggunaan BBM tersebut, biaya operasional PLN terpaksa membengkak hingga Rp 37,6 triliun. Bahkan, kata Dahlan, kerugiannya malah bisa menembus Rp 100 triliun.


Diunduh: senin, 05 November 2012  20:12 WIB

Analisis: 
     Menurut saya DPR dan PLN harus bertanggung jawab atas penggunaan subsidi yang membengkak,akibat nya Negara mengalami kerugian. Inefisiensi biaya disebabkan PLN harus terpaksa memakai BBM untuk pembangkit listrik dikarenkan,pasokan gas untuk pembangkit telah habis. Jika tidak menggunakan BBM pilihan nya adalah mematikan listrik Jakarta selama setahun penuh. Karena atas pemakaian BBM tersebut PLN mengalami kerugian hampir Rp 100 triliun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar