Rabu, 23 Januari 2013

akuntansi biaya



Biaya
Konsep Biaya
          Biaya dalam akuntansi biaya diartikan dalam dua pengertian yang berbeda, yaitu biaya dalam artian cost dan biaya dalam artian expense.
          Perbedaan Biaya (cost) dan Beban (expense) menurut Bastian Bustami dan Nurlela menyatakan bahwa:
“Biaya atau cost adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya ini belum habis masa pakainya, dan digolongkan sebagai aktiva  yang dimasukkan dalam neraca. Sedangkan Beban atau expense adalah biaya yang telah memberikan manfaat dan sekarang telah habis. Biaya yang belum dinikmati yang dapat memberikan manfaat dan sekarang telah habis. Biaya yang belum dinikmati yang dapat memberikan manfaat dimasa akan datang dikelompokkan sebagai harta. Beban ini dimasukkan ke dalam laba/rugi, sebagai pengurangan dari pendapatan.”
(2007: 4)
          Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan biaya dan beban terletak pada masa pakainya. Biaya merupakan pengeluaran atau pengorbanan dan untuk memperoleh manfaat serta masa pakainya belum habis, sedangkan beban merupakan biaya yang telah memberi manfaat dan masa pakainya telah habis.
          Contoh biaya yaitu biaya persediaan bahan baku, persediaan produk dalam proses, persediaan produk selesai, supplies atau aktiva yang belum digunakan. Sedangkan yang termasuk beban contohnya beban penyusutan, beban pemasaran, beban yang  tergolong sebagai biaya operasi. Untuk membedakan antara biaya dan beban, dapat dicontohkan sebagai berikut, misalnya pembelian mesin, nilai yang dikeluarkan untuk memperoleh mesin tersebut merupakan biaya, tetapi setelah dipakai akan menimbulkan penyusutan terhadap mesin yang akan menjadi beban.
Pengertian Biaya
            Di bawah ini akan dibahas beberapa pengertian biaya dalam artian cost menurut beberapa ahli diantaranya adalah sebagai berikut:
            Pengertian biaya menurut William K. Carter dan Milton F. Usry diterjemahkan oleh Krista menyatakan bahwa:
“Biaya sebagai nilai tukar, pengeluaran, dan pengorbanan untuk memperoleh manfaat,”
(2006 : 29)
Sedangkan menurut Sofyan Syafri Harahap mendefinisikan  sebagai berikut:
”Biaya sebagai penurunan gross dalam asset atau kenaikkan gross dalam kewajiban yang diakui dan dinilai menurut prinsip akuntansi yang diterima yang berasal dari kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan.”
(2007: 240)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya adalah harga yang telah dipakai atau digunakan untuk memperoleh pendapatan.
Klasifikasi Biaya
            Akuntansi biaya bertujuan untuk menyajikan informsi biaya yang akurat dan tepat bagi manajemen dalam mengelola perusahaan atau divisi secara efektif. Oleh karena itu biaya perlu dikelompokkan sesuai dengan tujuan apa informasi biaya tersebut digunakan, sehingga dalam pengelompokkan biaya dapat digunakan suatu konsep “Different Cost Different Purposes” artinya berbeda biaya berbeda tujuan.
            Pengertian klasifikasi biaya menurut Bastian Bustami dan Nurlela adalah:
“Klasifikasi biaya atau penggolongan biaya adalah suatu proses pengelompokkan biaya secara sistematis atas keseluruhan elemen biaya yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih ringkas dan penting.”
(2007: 9)
            Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa klasifikasi biaya dikelompokkan menurut golongan biaya tertentu yang lebih ringkas, jelas dan terperinci sesuai dengan elemen-elemen tertentu.
            Klasifikasi biaya menurut Bastian Bustami dan Nurlela terbagi menjadi lima didasarkan pada hubungan antara biaya dengan berikut ini:
          “1. Produk
            2. Volume produksi
            3. Departemen dan pusat biaya
            4. Periode Akuntansi
            5. Pengambilan keputusan”.

            Berdasarkan klasifikasi biaya diatas, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.                  Biaya dalam Hubungan dengan Produk
            Biaya dalam hubungan dengan produk dapat dikelompokkan menjadi biaya produksi dan biaya non produksi.
A.          Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Biaya produksi ini disebut juga dengan biaya produk yaitu  biaya-biaya yang dapat dihubungkan dengan suatu produk, dimana biaya ini merupakan bagian dari persediaan.
1)   Biaya bahan baku langsung
Biaya bahan baku langsung adalah bahan baku yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari produk selesai dan dapat ditelusuri langsung kepada produk selesai.
Contoh: Kayu dalam pembuatan mebel, kain dalam pembuatan pakaian, karet dalam pembuatan ban, minyak mentah dalam pembuatan bensin, kulit dalam pembuatan sepatu.
2)   Tenaga kerja langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang digunakan dalam merubah atau mengkonversi bahan baku menjadi produk selesai dan dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai.
Contoh: Upah koki kue, upah tukang serut dan potong kayu dalam pembuatan mebel, tukang jahit, border, pembuatan pola dalam pembuatan pakaian, tukang linting  rokok, operator mesin menggunakan mesin.
3)   Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung tetapi membantu dalam merubah bahan menjadi produk selesai. Biaya ini tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai. Biaya overhead dapat dikelompokkan menjadi elemen:
a). Bahan tidak langsung (bahan pembantu atau penolong)
Bahan tidak langsung adalah bahan yang digunakan dalam penyelesaian produk tetapi pemakaiannya relatif lebih kecil dan biaya ini tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai.
Contoh: amplas, pola kertas, oli dan minyak pelumas, paku, sekrup dan mur,staples, asesoris pakaian, vanili, garam, pelembut, pewarna.
b) Tenaga kerja tidak langsung
Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang membantu dalam pengolahan produk selesai, tetapi dapat ditelusuri kepada produk selesai.
Contoh: Gaji satpam pabrik, gaji pengawas pabrik, pekerja bagian pemeliharaan, penyimpanan dokumen pabrik, gaji operator telepon pabrik, pegawai pabrik, pegawai bagian gudang pabrik, gaji resepsionis pabrik, pegawai yang menangani barang.
c) Biaya tidak langsung lainnya.
Biaya tidak langsung lainnya adalah biaya selain bahan tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung yang membantu dalam pengolahan produk selesai, tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk selesai.
Contoh : Pajak bumi dan bangunan pabrik, listrik pabrik, air, dan telepon pabrik, sewa pabrik, asuransi pabrik, penyusutan pabrik, peralatan pabrik, pemeliharaan mesin dan pabrik, gaji akuntan pabrik, reparasi mesin dan peralatan pabrik.
Dua dari tiga unsur utama biaya produksi dapat digolongkan secara terminologi biaya yaitu biaya utama (gabungan antara bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung) dan biaya konversi (gabungan antara biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik).
B.           Biaya Non Produksi
Biaya non produksi adalah biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi. Biaya non produksi ini disebut dengan biaya komersial atau biaya operasi dan digolongkan sebagai biaya periode (biaya yang dihubungkan dengan interval waktu).
Biaya ini dapat dikelompokkan menjadi elemen :
1). Beban pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan apabila produk selesai dan siap dipasarkan ke tangan konsumen.
Contoh: beban iklan, promosi, komisi penjualan, pengiriman barang, sample barang gratis, hiburan, biaya alat tulis, gaji bagian penjualan,telepon dan telegrap, biaya penjualan dan biaya lain-lain.
2). Beban administrasi adalah biaya yang dikeluarkan dalam hubungan dengan kegiatan penentu kebijakan, pengarahan, pengawasan kegiatan perusahaan secara keseluruhan agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Contoh : gaji administrasi kantor, sewa kantor, penyusutan kantor, biaya piutang tak tertagih, biaya urusan kantor, biaya alat-alat kantor dan biaya lain-lain.
3). Beban Keuangan adalah biaya muncul dalam melaksanakan fungsi-fungsi keuangan.
Contoh: beban bunga.
2.            Biaya dalam Hubungan dengan Volume Produksi
          Biaya dalam hubungan dengan volume produksi atau perilaku biaya dapat dikelompokkan menjadi elemen:
A.             Biaya Variabel
Biaya variabel yaitu biaya yang berubah sebanding dengan perubahan volume produksi dalam rentang relevan, tetapi secara per unit tetap.
Contoh: perlengkapan, bahan bakar, peralatan kecil, kerusakan bahan, sisa dan beban reklamasi, biaya pengiriman barang, biaya komunikasi, royalti, upah lembur, biaya pengangkutan dalam pabrik, biaya sumber tenaga, penanganan bahan baku.
Dalam rentang aktivitas yang terbatas, hubungan antara suatu aktivitas dengan biaya yang terkait bias mendekati liniaritas (total biaya variabel diasumsikan meningkat dalam jumlah konstan untuk setiap satu unit peningkatan dalam aktivitas). Saat kondisi-kondisi berubah atas tingkat aktivitas berada di luar rentang yang relevan, tarif  biaya variabel baru harus dihitung.
B.           Biaya Tetap
Biaya tetap yaitu biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Jika aktivitas diharapkan untuk meningkat di atas kapasitas yang sekarang, biaya tetap harus dinaikkan untuk menangani peningkatan volume yang diperkirakan.
Contoh: gaji eksekutif produksi, penyusutan jika menggunakan metode garis lurus, pajak properti, amortisasi paten, gaji supervisor, asuransi properti dan kewajiban, gaji satpam dan pegawai kebersihan, pemeliharaan dan perbaikan gedung dan bangunan, sewa.
Jika perkiraan permintaan produksi meningkat maka terdapat peningkatan tingkat pengeluaran atas setiap item overhead pabrik. Satu jenis biaya tertentu diklasifikasikan sebagai biaya tetap hanya dalam rentang aktivitas yang terbatas yang disebut rentang relevan (relevance range).

C.             Biaya Semi
Biaya semi adalah biaya yang di dalamnya mengandung unsur tetap dan mengandung unsur variabel.
Biaya semi ini dapat dikelompokkan dalam dua elemen biaya yaitu:
1). Biaya semi variabel adalah biaya yang di dalamnya mengandung unsur tetap dan memperlihatkan karakter tetap dan variabel.
Contoh: biaya listrik, telepon dan air, gas, bensin, batu bara, perlengkapan, hiburan dan pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, asuransi jiwa kelompok untuk karyawan, biaya pensiun, pajak penghasilan, biaya perjalanan dinas.
Ada dua alasan adanya karakteristik semi variabel pada beberapa jenis pengeluaran sebagai berikut:
a. Pengeluaran minimum mungkin diperlukan atau kuantitas minimum dari  perlengkapan atau jasa mungkin perlu dikonsumsi untuk memelihara kesiapan beroperasi.
b.Klasifikasi akuntansi, berdasarkan objek pengeluaran atau fungsi umumnya mengelompokkan biaya tetap dan biaya variabel bersama-sama.
Biaya semi tetap adalah biaya yang berubah dan volume secara bertahap.
Contoh: Gaji penyelia.
3.            Biaya dalam Hubungan dengan Departemen Produksi
Perusahaan pabrik dapat dikelompokkan menjadi segmen-segmen dengan berbagai nama seperti: departemen, kelompok biaya, pusat biaya, unit kerja, atau kerja yang dapat digunakan dalam pengelompokkan biaya menjadi dua yaitu:
A. Biaya langsung departemen adalah biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke departemen bersangkutan.
Contoh: gaji mandor pabrik yang digunakan oleh departemen bersangkutan.
B.     Biaya tidak langsung departemen adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke departemen bersangkutan.
Contoh: biaya penyusutan dan biaya asuransi merupakan biaya yang manfaatnya digunakan secara bersama oleh masing-masing departemen.
4.               Biaya dalam Hubungan dengan Periode Waktu
Dalam hubungannya dengan periode waktu biaya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
A.    Biaya pengeluaran modal adalah biaya yang dikeluarkan untuk memberikan manfaat di masa depan dan dalam jangka waktu yang panjang dan dilaporkan sebagai aktiva.
Contoh: Pembelian mesin dan peralatan.
B.     Biaya pengeluaran pendapatan adalah biaya memberikan manfaat untuk periode sekarang dan dilaporkan sebagai beban.
Contoh: mesin atau peralatan yang dibeli apabila dikonsumsi akan kehilangan kegunaan dan akan menimbulkan apa yang disebut dengan penyusutan.
C.          Biaya dalan Hubungan dengan Pengambilan Keputusan
Biaya dalam rangka pengambilan keputusan dapat dikelompokkan menjadi   dua yaitu biaya relevan dan biaya tidak relevan.

A.    Biaya Relevan
Biaya relevan adalah biaya masa akan datang yang berbeda dalam beberapa alternatif yang berbeda.
Biaya relevan terdiri dari:
1). Biaya diferensial adalah selisish biaya atau biaya yang berbeda dalam beberapa alternatif pilihan.
2). Biaya kesempatan adalah kesempatan yang dikorbankan dalam memilih suatu alternatif.
3). Biaya tersamar adalah biaya yang tidak kelihatan dalam catatan akuntansi tetapi mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
Contoh: biaya bunga.
4). Biaya nyata adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan akibat memilih suatu alternatif.
Contoh: Biaya yang dikeluarkan akibat memilih jika menerima pesanan dari luar.
5). Biaya yang dapat dilacak adalah biaya yang dapat dilacak kepada produk selesai.
Contoh: biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
B.     Biaya tidak relevan
Biaya tidak relevan adalah biaya yang dikeluarkan tetapi tidak mempengaruhi keputusan apapun.
Biaya relevan dapat dikelompokkan menjadi elemen:
1). Biaya masa lalu atau histori adalah biaya yang sudah dikeluarkan tetapi tidak mempengaruhi keputusan apapun.
Contoh: pembelian mesin.
2). Biaya terbenam adalah biaya yang tidak dapat kembali.
Contoh: kelebihan nilai buku atas nilai sisa, supervisor pabrik dan penyusutan bangunan.

Harga Pokok Produksi
            Harga Pokok
Harga pokok merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Menurut Mulyadi, menyatakan bahwa :
“Harga pokok digunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk.”
Maka dapat dikatakan bahwa harga pokok merupakan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, untuk memperoleh aktiva, maka akan membentuk harga pokok produksi.

Pengertian Harga Pokok Produksi.
Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Ancella A. Hermawan M.B.A., menyatakan bahwa :
 “Harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan. Biaya yang hanya akan dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung dan overhead. Rincian dari biaya ini diuraikan dalam daftar pendukung yang disebut sebagai laporan harga pokok produksi”.





Soemarso, mengemukakan bahwa pengertian dari :
“Harga pokok produksi adalah biaya barang yang telah diselesaikan selama suatu periode disebut harga pokok produksi barang selesai (Cost of Goods Manufactured) atau disingkat dengan harga pokok produksi. Harga pokok ini terdiri dari biaya pabrik ditambah persediaan dalam proses awal periode dikurangi persediaan dalam proses akhir periode. Harga pokok produksi selama suatu periode dilaporkan dalam laporan harga pokok produksi (Cost of Goods Manufactured statement)”.
Pada umumnya nilai harga pokok produksi pada perusahaan merupakan penjumlahan antara biaya pabrik dengan persediaan awal barang dalam proses dikurangi dengan persediaan akhir barang dalam proses. Biaya ini merupakan biaya produksi dari barang yang telah diselesaikan selama satu periode. Harga pokok produksi ini pada laporan laba rugi akan mempengaruhi harga pokok penjualan.
Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi
Dalam perusahaan manufaktur, informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen. Menurut Mulyadi menyatakan bahwa :
“Manfaat informasi harga pokok produksi yaitu :
1.         Menentukan harga jual produk
2.         Memantau realisasi biaya produksi
3.         Menghitung laba atau rugi periodik
4.         Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.”



Uraian dari manfaat informasi harga pokok produksi menurut Mulyadi adalah sebagai berikut :

1.      Menentukan harga jual produk
Perusahaan yang berproduksi massa memproses produknya untuk memenuhi persediaan di gudang. Biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan produk. Penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu data yang dipertimbangkan disamping data biaya lain. Informasi taksiran biaya produksi per satuan yang akan dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam jangka waktu tertentu dipakai sebagai salah satu dasar untuk menentukan harga jual per unit produk yang akan dibebankan kepada pembeli.
2.      Memantau realisasi biaya produksi
Manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Maka, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya.
3.      Menghitung laba atau rugi periodik
Informasi laba atau rugi bruto periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi. Maka, metode harga pokok proses digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk periode tertentu guna menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode.
4.      Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.
Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggung jawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi-laba. Dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses.
Dalam menentukan efesiensi biaya produksi, kita dapat memantau realisasi biaya produksi, yaitu apabila produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan telah dilaksanakan, pihak manajemen membutuhkan informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai yang diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu tertentu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode harga pokok produksi.
Activity Based Costing
Sebelum mendefinisikan Activity Based Costing kita harus mendefinisikan istilah-istilah : aktivitas, sumber daya, objek biaya, cost pool, elemen biaya, dan cost driver.
Aktivitas adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Aktivitas adalah tindakan, gerakan, atau rangkaian pekerjaan. Aktivitas juga didefinisikan sebagai kumpulan tindakan yang dilakukan dalam organisasi yang berguna untuk tujuan penentuan biaya berdasarkan aktivitas.
Sumber daya merupakan unsur ekonomis yang dibebankan atau digunakan dalam pelaksanaan aktivitas. Gaji dan bahan, merupakan contoh sumber daya yang digunakan untuk melakukan aktivitas.
Objek biaya bentuk akhir dimana pengukuran biaya diperlukan. Contoh objek biaya adalah pelanggan, produk, jasa, kontrak, proyek atau unit kerja lainnya dimana manajemen menginginkan pengukuran biaya secara terpisah.
Elemen biaya merupakan jumlah yang dibayarkan untuk sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dan terkandung di dalam ‘cost pool’. Contohnya ‘cost pool’ untuk hal-hal yang berkaitan dengan mesin mungkin mengandung elemen biaya untuk tenaga, elemen biaya teknik dan elemen biaya depresiasi.
Cost driver adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas, cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk atau jasa. Ada dua jenis cost driver yaitu :
1.    Driver sumber daya (resources driver) merupakan ukuran kuantitas sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas. Cost driver digunakan untuk membebankan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas ke ‘cost pool’ tertentu. Contoh ‘resources driver’ adalah persentase dari luas total yang digunakan oleh suatu aktivitas.
2.    Driver aktivitas (Activity driver) adalah ukuran frekuensi dan intensitas permintaan terhadap suatu aktivitas terhadap objek biaya. ‘Activity driver’ digunakan untuk membebankan biaya dari ‘cost pool’ ke objek biaya. Contoh Activity driver adalah jumlah suku cadang yang berbeda yang digunakan dalam produk akhir untuk mengukur konsumsi aktivitas penanganan bahan untuk setiap produk.
Pengertian Activity Based Costing
Activity Based Costing merupakan sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas.
Pengertian Activity Based Costing menurut Edward J.Blocher, Kung H.Chen, Thomas W. Lin Mendefinisikan bahwa :
“Activity Based Costing adalah Pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut.”
(2007 : 222)
Sedangkan menurut Armila Krisna Warindrani adalah sebagai berikut :
“Activity Based Costing adalah Salah satu metode kontemporer yang diperlukan manajemen modern untuk meningkatkan kualitas dan output, menghilangkan waktu aktivitas yang tidak menambah nilai, mengefisienkan biaya, dan meningkatkan kontrol terhadap kinerja perusahaan.”
(2006 : 2007)
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Activity Based Costing adalah Salah satu metode dalam perhitungan biaya berdasarkan aktivitas yang dilakukan, sehingga dapat diperoleh keterangan mengenai aktivitas apa saja yang tidak memberikan nilai tambah sehingga menyebabkan pemborosan.

2.1.3.2 Manfaat Activity Based Costing
Activity Based Costing membantu mengurangi distorsi yang disebabkan oleh aloksi biaya tradisional. Activity Based Costing juga memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa, dan aktivitas perusahaan yang memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar dalam jangka panjang.
Menurut Sulastiningsih dan zulkifli memaparkan manfaat Activity Based Costing adalah sebagai berikut :
1.      Memperbaiki kualitas proses pembuatan keputusan melalui penyediaan informasi biaya produk yang lebih akurat.
2.      Perusahaan dengan biaya overhead pabrik tinggi, produk beragam dan berbagai ukuran lot produksi, Activity Based Costing menawarkan bantuan untuk memperbaiki proses kerja dengan penyediaan informasi yang membantu manajemen dalam melakukan identifikasi kegiatan yang memerlukan banyak pekerjaan.
3.      Menyediakan informasi biaya berdasarkan aktivitas, sehingga memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan identifikasi aktivitas non value added untuk dieleminasi, atau menyediakan informasi yang relevan untuk implementasi Activity Based Manajemen.
4.      Activity Based Costing memfokuskan pada aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya tidak langsung, sehingga dapat membantu manajemen dalam mengelola aktivitas overhead serta memudahkan dalam estimasi biaya overhead.
(2006 : 65)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat dari Activity Based Costing adalah untuk menyajikan biaya produk yang lebih akurat serta informatif, dan untuk menyajikan pengukuran yang lebih akurat serta untuk memudahkan para manajer untuk memberikan suatu informasi tentang biaya yang lebih relevan untuk pengambilan keputusan bisnis.

2.1.3.3 Keterbatasan Activity Based Costing
            Meskipun Activity Based Costing memberikan alternatif penelusuran biaya ke produk individual secara lebih baik, tetapi juga mempunyai keterbatasan yang harus diperhatikan oleh manajer sebelum menggunakannya untuk menghitung biaya produk.
Menurut Henry Simamora memaparkan keterbatasan  Activity Based Costing adalah sebagai berikut :
1.      Alokasi.
Walaupun tersedia data aktivitas, beberapa biaya kemungkinan membutuhkan alokasi ke departemen dan produk berdasarkan ukuran volume arbitrer karena pencarian aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya mungkin tidak akan praktis.
2.      Penghilangan biaya.
Beberapa biaya yang diidentifikasi dengan produk tertentu dihilangkan dari analisis. Aktivitas-aktivitas yang menyebabkan biaya seperti itu dapat meliputi pemasaran, periklanan, riset, dan pengembangan, rekayasa produk, dan klaim garansi. Biaya tambahan akan sekadar ditelusuri ke masing- masing produk dan ditambahkan ke biaya pabrikasi guna menentukan jumlah biaya produk. Pada dasarnya, biaya administratif dan pemasaran tidak dimasukan ke dalam biaya produk karena persyaratan pelaporan keuangan menurut prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia bahwa biaya tersebut dimasukkan sebagai biaya periode.
3.      Beban dan waktu yang dikonsumsi.
Sistem Activity Based Costing sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Sistem ini juga sangat memakan waktu. Sebagaimana sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif lainnya, sistem Activity Based Costing memakan waktu lebih dari satu tahun untuk dikembangkan dan diterapkan secara berhasil.

(2002: 133)



2.1.3.4 Kelemahan Activity Based Costing.
Menurut Kamaruddin Ahmad menyatakan bahwa kelemahan Activity Based Costing:
1.    Alokasi, beberapa biaya dialokasikan secara sembarangan, karena sulitnya menemukan aktivitas biaya tersebut. Contoh pembersihan pabrik dan pengelolaan proses produksi.
2.    Mengabaikan biaya, biaya tertentu yang diabaikan dari analisis. Contoh iklan, riset, pengembangan, dan sebagainya.
3.    Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi, disamping memerlukan  biaya yang mahal juga memerlukan waktu yang cukup lama.”
(2005 : 18)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Activity Based Costing memiliki kelemahan yaitu pengalokasian biaya yang secara sembarangan, pengabaian biaya, dan memerlukan biaya yang mahal juga waktu yang cukup lama.
2.1.3.5  Tingkatan Biaya dan Pemicu
Cost driver atau pemicu biaya digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada output yang secara stuktural berbeda dengan yang digunakan dalam system biaya konvensional. Dalam sistem konvensional cost driver hanya dilihat pada tingkat unit. Dalam  Activity Based Costing terdapat beberapa cost driver, yaitu :
1.      Unit level activities, yaitu aktivitas yang dikerjakan setiap satu unit produk diproduksi.. Biaya ini berhubungan secara proporsional dengan volume produk, seperti biaya bahan baku, biaya kerja langsung, biaya angkut.
2.      Batch level activities, yaitu aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu batch produk diproduksi. Biaya ini tidak berhubungan secra proporsional dengan setiap unit produk, tetapi berhubungan proporsional dengan banyaknya batch output yang diproduksi. Misalnya set-up dalam setiap kali menangani order, memicu timbulnya biaya set-up mesin.
3.      Product sustaining activities, yaitu aktivitas untuk mempertahankan produk agar tetap ada di pasaran dan tetap laku dijual. Biaya ini tidak mempunyai hubungan proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi dan jumlah batch produk, misalnya biaya penelitian dan pengembangan produk, biaya desain, proses produksi, biaya desain produk.
4.                  Facility sustaining activities : yaitu aktivitas yang ditujukan untuk mempertahankan kapasitas produk dan usaha-usaha untuk menghindari idle capacity. Biaya ini tidak memiliki hubungan langsung dengan volume produksi, melainkan bersifat periodikal, misalnya biaya penyusutan, biaya asuransi, dan biaya pajak bumi dan bangunan.
2.1.4        Pengertian Akuntansi Biaya Konvensional
Pengertian Akuntansi biaya konvensional menurut Mulyadi :
“Akuntansi biaya konvensional adalah akuntansi biaya yang didesain untuk perusahaan manufaktur dan yang berorientasi ke penentuan kos produk dengan fokus biaya pada tahap produksi.”
( 2003 : 149)
Sedangkan menurut Henry Simamora adalah sebagai berikut :
“Sistem penentuan biaya tradisional mengukur sumber daya yang dikonsumsi sepadan dengan banyaknya produk yang dihasilkan.”
(2002 : 117) 
Sistem akuntansi biaya konvensional adalah sistem akuntansi yang menggunakan pendekatan volume based costing, dimana biaya ditelusuri ke produk karena tiap unit produk diasumsikan mengkonsumsi sumber daya yang digunakan. Metode konvensional dapat mengukur penggunaan sumber daya yang dikonsumsi oleh produk secara akurat, akan tetapi beberapa sumber daya organisasi muncul untuk aktivitas yang tidak relevan dengan jumlah fisik unit yang diproduksi. Jadi untuk beberapa alokasi biaya produk yang diproduksi tidak tepat karena beberapa produk tersebut tidak mengkonsumsi sumber daya yang ada. Dasar alokasi dapat berupa tenaga kerja langsung, material, waktu pemrosesan atau unit yang diproduksi.
2.1.5        Kelemahan Sistem Konvensional
Menurut Sulastiningsih dan Zulkifli menyatakan bahwa kelemahan Konvensional yaitu :
1.      Sistem penetapan biaya produk konvensional memang tidak dirancang untuk penetapan biaya produk yang akurat, sebab tujuan utamanya hanya dimaksudkan untuk menetapkan biaya persediaan.
2.      Kurang adaptif terhadap perubahan, khususnya perubahan proses produksi, dari padat karya ke padat modal. Hal ini akan berdampak pada peningkatan konsumsi sumber daya tidak langsung, yang oleh akuntansi biaya konvensional dibebankan ke produk dengan tarif agregatif.

( 2006 : 55)

2.1.6        Perbandingan Activity Based Costing dengan Konvensional.
Hierarki klasifikasi aktivitas memungkinkan Sistem Activity Based Costing menelusuri biaya ke produk melalui aktivitas. Biaya overhead pabrik dibebankan ke ‘cost pool’ atau pusat aktivitas dan tidak dibebankan berdasarkan departemen. Biaya pusat aktivitas dibebankan ke produk atau jasa. Proses pembebanan terdiri dari tiga tahap : Pertama, Biaya ditelusuri ke driver sumber daya yang sama atau serupa yang dibebankan ke ‘cost pool’ atau pusat aktivitas. Kedua, tarif overhead pabrik dihitung untuk setiap aktivitas berdasarkan driver aktivitas tertentu. Perbedaan utama antara sistem penentuan biaya konvensional dengan Activity Based Costing terdapat pada tahap kedua dan ketiga.

2.2 Kerangka Pemikiran
PT AGRONESIA Divisi Industri Teknik Karet “Inkaba” Bandung adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam industri hilir perkaretan yang produksinya berdasarkan pesanan. Seperti halnya perusahaan industri lainnya, perusahaan industri ini mempunyai kegiatan memproduksi bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Metode perhitungan harga pokok produksi merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan kemajuan perusahaan dalam menghadapi dunia persaingan yang semakin ketat. Saat ini perusahaan menggunakan metode konvensional dalam menetapkan harga pokok produksinya yaitu dengan menggunakan pemicu biaya jam kerja mesin. Pada metode konvensional banyak sumber daya yang tidak terakomodir dan tidak terdistribusikan secara berimbang terhadap produk.
Sulastiningsih dan Zulkifli mengemukakan adanya gejala-gejala dari sistem kos yang sudah usang dan segera memerlukan perancangan sistem kos baru, gejala-gejala tersebut antara lain :
1.      Profit margin untuk masing-masing produk sulit dijelaskan
2.      Produk yang sulit diproduksi dilaporkan sangat menguntungkan meskipun tidak dijual dengan harga premium.
3.      Hasil-hasil penawaran (kemenangan atau kekalahan tender) sulit dijelaskan, karena tidak dapat diprediksi oleh sistem biaya dengan cukup akurat.
4.      Menjual produk yang bervolume tinggi dengan harga relatif mahal, sebaliknya yang bervolume rendah dengan harga relatif murah. Padahal harga-harga yang ditawarkan para pesaing adalah sebaliknya.
5.      Penjual menawarkan suku cadang komponen rakitan dengan harga yang relatif sangat murah.
6.      Para pelanggan tidak bereaksi atas kenaikan harga, bahkan oleh kenaikan harga yang tidak dipicu oleh kenaikan biaya.
( 2006 : 55)
Kelemahan dari sistem biaya konvensional disebabkan oleh kelemahan dari rancangan sistem tersebut, yaitu :
·         Hanya jam atau kos tenaga kerja langsung yang digunakan untuk mengalokasikan overhead dari pusat biaya ke produk.
·         Hanya basis alokasi yang berkaitan dengan volume, seperti : jam kerja, jam mesin dan rupiah bahan yang digunakan untuk mengalokasikan overhead dari pusat biaya ke produk.
·         Pusat biaya terlalu besar dan terdiri dari mesin-mesin dengan struktur kos overhead yang sangat berbeda satu sama lain.
·            Biaya pemasaran dan penyerahan produk sangat bervariasi untuk masing-masing saluran distribusi, sedangkan sistem biaya konvensional mengabaikan biaya pemasaran.
Berdasarkan kelemahan yang ada metode Konvensional, maka digunakan pendekatan baru dalam alokasi biaya pada produk yaitu Activity Based Costing. Metode ini memfokuskan pada aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi produk, biaya ditelusuri ke aktivitas dan aktivitas ditelusuri ke produk berdasarkan pemakaian aktivitas dari setiap produk. Sistem ini dimulai dengan mengasumsikan sumber daya tidak langsung yang mendukung dalam memberikan kemampuan untuk membentuk aktifitas, tidak mengalokasikan biaya secara umum.
Activity Based Costing memberikan informasi biaya yang lebih akurat karena berdasarkan aktivitas-aktivitas yang terjadi. Masing-masing produk atau jasa menyerap aktivitas yang berbeda-beda sesuai dengan proporsi konsumsi aktivitas yang diserapnya. Tiap- tiap aktivitas mempunyai dasar pembebanan biaya yang berbeda antara satu aktivitas lainnya, yang disebut cost driver.
Pengertian Activity Based Costing menurut Henry Simamora :
Activity Based Costing adalah sistem akuntansi yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa.”
(2002 : 125)
Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Activity Based Costing merupakan sistem akuntansi yang digunakan untuk menentukan biaya produk yang dilakukan dengan membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang digunakan oleh aktivitas.
Adapun yang membedakan secara prinsip antara pendekatan konvensional dan Activity Based Costing pada langkah pertama adalah ketelitian Activity Based Costing dalam menelusuri konsumsi sumberdaya dalam proses pembebanan biaya overhead ke pusat biaya berdasarkan sebab akibat. Untuk mencapai tujuan ini metode Activity Based Costing menggunakan dasar pembebanan biaya overhead yang lebih teliti dan membentuk pusat biaya yang lebih banyak, sehingga penggunaan sumberdaya dapat diikuti dengan teliti ke pusat biaya yang mengkonsumsinya. Pada tahap kedua yaitu saat biaya overhead dari pusat biaya dialokasikan ke produk atau jasa. Dengan demikian sistem Activity Based Costing ini akan memungkinkan pembebanan biaya-biaya ke produk atau jasa dengan lebih adil dan membuat harga jual produk lebih sesuai.
Metode Activity Based Costing adalah sistem yang terdiri atas dua tahap yaitu pertama melacak biaya ke berbagai aktivitas, dan kedua ke berbagai produk. Dalam metode konvensional juga melibatkan dua tahap, namun pada tahap pertama biaya-biaya tidak dilacak ke aktivitas tetapi ke unit organisasi. Misalnya pabrik atau departemen-departemen. Sistem penentuan harga pokok Activity Based Costing menggunakan cost driver dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan Konvensional, sehingga meningkatkan ketelitian.