Biaya
Konsep
Biaya
Biaya dalam akuntansi
biaya diartikan dalam dua pengertian yang berbeda, yaitu biaya dalam artian cost dan biaya dalam artian expense.
Perbedaan Biaya (cost)
dan Beban (expense) menurut Bastian
Bustami dan Nurlela menyatakan bahwa:
“Biaya atau cost
adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah
terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya ini
belum habis masa pakainya, dan digolongkan sebagai aktiva yang dimasukkan dalam neraca. Sedangkan Beban
atau expense adalah biaya yang telah
memberikan manfaat dan sekarang telah habis. Biaya yang belum dinikmati yang
dapat memberikan manfaat dan sekarang telah habis. Biaya yang belum dinikmati
yang dapat memberikan manfaat dimasa akan datang dikelompokkan sebagai harta.
Beban ini dimasukkan ke dalam laba/rugi, sebagai pengurangan dari pendapatan.”
(2007:
4)
Dari pengertian di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan biaya dan beban terletak pada masa
pakainya. Biaya merupakan pengeluaran atau pengorbanan dan untuk memperoleh
manfaat serta masa pakainya belum habis, sedangkan beban merupakan biaya yang
telah memberi manfaat dan masa pakainya telah habis.
Contoh biaya yaitu biaya
persediaan bahan baku, persediaan produk dalam proses, persediaan produk
selesai, supplies atau aktiva yang belum digunakan. Sedangkan yang termasuk
beban contohnya beban penyusutan, beban pemasaran, beban yang tergolong sebagai biaya operasi. Untuk
membedakan antara biaya dan beban, dapat dicontohkan sebagai berikut, misalnya
pembelian mesin, nilai yang dikeluarkan untuk memperoleh mesin tersebut
merupakan biaya, tetapi setelah dipakai akan menimbulkan penyusutan terhadap
mesin yang akan menjadi beban.
Pengertian Biaya
Di bawah ini akan
dibahas beberapa pengertian biaya dalam artian cost menurut beberapa ahli diantaranya adalah sebagai berikut:
Pengertian biaya
menurut William K. Carter dan Milton F. Usry diterjemahkan oleh Krista menyatakan
bahwa:
“Biaya sebagai
nilai tukar, pengeluaran, dan pengorbanan untuk memperoleh manfaat,”
(2006
: 29)
Sedangkan menurut
Sofyan Syafri Harahap mendefinisikan
sebagai berikut:
”Biaya
sebagai penurunan gross dalam asset atau kenaikkan gross dalam kewajiban yang diakui dan
dinilai menurut prinsip akuntansi yang diterima yang berasal dari kegiatan
lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan.”
(2007: 240)
Dari
pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa biaya adalah harga yang telah dipakai atau digunakan
untuk memperoleh pendapatan.
Klasifikasi Biaya
Akuntansi biaya
bertujuan untuk menyajikan informsi biaya yang akurat dan tepat bagi manajemen
dalam mengelola perusahaan atau divisi secara efektif. Oleh karena itu biaya
perlu dikelompokkan sesuai dengan tujuan apa informasi biaya tersebut
digunakan, sehingga dalam pengelompokkan biaya dapat digunakan suatu konsep “Different Cost Different Purposes” artinya
berbeda biaya berbeda tujuan.
Pengertian klasifikasi
biaya menurut Bastian Bustami dan Nurlela adalah:
“Klasifikasi biaya atau
penggolongan biaya adalah suatu proses pengelompokkan biaya secara sistematis
atas keseluruhan elemen biaya yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang
lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih ringkas dan penting.”
(2007: 9)
Berdasarkan pengertian
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa klasifikasi biaya dikelompokkan menurut
golongan biaya tertentu yang lebih ringkas, jelas dan terperinci sesuai dengan
elemen-elemen tertentu.
Klasifikasi biaya
menurut Bastian Bustami dan Nurlela terbagi menjadi lima didasarkan pada
hubungan antara biaya dengan berikut ini:
“1. Produk
2. Volume produksi
3. Departemen dan pusat biaya
4. Periode Akuntansi
5. Pengambilan keputusan”.
Berdasarkan klasifikasi biaya
diatas, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Biaya dalam Hubungan dengan Produk
Biaya dalam hubungan dengan produk
dapat dikelompokkan menjadi biaya produksi dan biaya non produksi.
A.
Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang digunakan dalam
proses produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung
dan biaya overhead pabrik. Biaya produksi ini disebut juga dengan biaya produk
yaitu biaya-biaya yang dapat dihubungkan
dengan suatu produk, dimana biaya ini merupakan bagian dari persediaan.
1) Biaya
bahan baku langsung
Biaya bahan baku langsung adalah bahan baku yang
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari produk selesai dan dapat
ditelusuri langsung kepada produk selesai.
Contoh: Kayu dalam pembuatan mebel, kain dalam
pembuatan pakaian, karet dalam pembuatan ban, minyak mentah dalam pembuatan
bensin, kulit dalam pembuatan sepatu.
2) Tenaga
kerja langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang
digunakan dalam merubah atau mengkonversi bahan baku menjadi produk selesai dan
dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai.
Contoh: Upah koki kue, upah tukang serut dan potong
kayu dalam pembuatan mebel, tukang jahit, border, pembuatan pola dalam
pembuatan pakaian, tukang linting rokok,
operator mesin menggunakan mesin.
3) Biaya
overhead pabrik
Biaya overhead
pabrik adalah biaya selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung tetapi
membantu dalam merubah bahan menjadi produk selesai. Biaya ini tidak dapat
ditelusuri secara langsung kepada produk selesai. Biaya overhead dapat dikelompokkan
menjadi elemen:
a).
Bahan tidak langsung (bahan pembantu atau penolong)
Bahan tidak langsung adalah bahan yang digunakan dalam
penyelesaian produk tetapi pemakaiannya relatif lebih kecil dan biaya ini tidak
dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai.
Contoh: amplas, pola kertas, oli dan minyak pelumas,
paku, sekrup dan mur,staples, asesoris pakaian, vanili, garam, pelembut,
pewarna.
b)
Tenaga kerja tidak langsung
Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang
membantu dalam pengolahan produk selesai, tetapi dapat ditelusuri kepada produk
selesai.
Contoh: Gaji satpam pabrik, gaji pengawas pabrik,
pekerja bagian pemeliharaan, penyimpanan dokumen pabrik, gaji operator telepon
pabrik, pegawai pabrik, pegawai bagian gudang pabrik, gaji resepsionis pabrik,
pegawai yang menangani barang.
c)
Biaya tidak langsung lainnya.
Biaya tidak langsung lainnya adalah biaya selain bahan
tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung yang membantu dalam pengolahan
produk selesai, tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk selesai.
Contoh : Pajak bumi dan bangunan pabrik, listrik
pabrik, air, dan telepon pabrik, sewa pabrik, asuransi pabrik, penyusutan
pabrik, peralatan pabrik, pemeliharaan mesin dan pabrik, gaji akuntan pabrik,
reparasi mesin dan peralatan pabrik.
Dua dari tiga unsur utama biaya produksi dapat
digolongkan secara terminologi biaya yaitu biaya utama (gabungan antara bahan
baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung) dan biaya konversi (gabungan
antara biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik).
B.
Biaya Non Produksi
Biaya non produksi adalah biaya yang tidak berhubungan
dengan proses produksi. Biaya non produksi ini disebut dengan biaya komersial
atau biaya operasi dan digolongkan sebagai biaya periode (biaya yang dihubungkan
dengan interval waktu).
Biaya ini dapat dikelompokkan menjadi elemen :
1).
Beban pemasaran adalah
biaya yang dikeluarkan apabila produk selesai dan siap dipasarkan ke tangan
konsumen.
Contoh: beban iklan, promosi, komisi penjualan,
pengiriman barang, sample barang gratis, hiburan, biaya alat tulis, gaji bagian
penjualan,telepon dan telegrap, biaya penjualan dan biaya lain-lain.
2). Beban
administrasi adalah biaya yang dikeluarkan dalam hubungan dengan kegiatan
penentu kebijakan, pengarahan, pengawasan kegiatan perusahaan secara
keseluruhan agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Contoh : gaji administrasi kantor, sewa kantor,
penyusutan kantor, biaya piutang tak tertagih, biaya urusan kantor, biaya
alat-alat kantor dan biaya lain-lain.
3). Beban Keuangan
adalah biaya muncul dalam melaksanakan fungsi-fungsi keuangan.
Contoh: beban bunga.
2.
Biaya dalam Hubungan dengan Volume Produksi
Biaya
dalam hubungan dengan volume produksi atau perilaku biaya dapat dikelompokkan
menjadi elemen:
A.
Biaya Variabel
Biaya variabel yaitu biaya yang berubah sebanding
dengan perubahan volume produksi dalam rentang relevan, tetapi secara per unit
tetap.
Contoh: perlengkapan, bahan bakar, peralatan kecil,
kerusakan bahan, sisa dan beban reklamasi, biaya pengiriman barang, biaya
komunikasi, royalti, upah lembur, biaya pengangkutan dalam pabrik, biaya sumber
tenaga, penanganan bahan baku.
Dalam rentang aktivitas yang terbatas, hubungan antara
suatu aktivitas dengan biaya yang terkait bias mendekati liniaritas (total
biaya variabel diasumsikan meningkat dalam jumlah konstan untuk setiap satu
unit peningkatan dalam aktivitas). Saat kondisi-kondisi berubah atas tingkat
aktivitas berada di luar rentang yang relevan, tarif biaya variabel baru harus dihitung.
B.
Biaya Tetap
Biaya tetap yaitu biaya yang secara total tidak
berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Jika aktivitas diharapkan
untuk meningkat di atas kapasitas yang sekarang, biaya tetap harus dinaikkan
untuk menangani peningkatan volume yang diperkirakan.
Contoh: gaji eksekutif produksi, penyusutan jika
menggunakan metode garis lurus, pajak properti, amortisasi paten, gaji
supervisor, asuransi properti dan kewajiban, gaji satpam dan pegawai
kebersihan, pemeliharaan dan perbaikan gedung dan bangunan, sewa.
Jika perkiraan permintaan produksi meningkat maka
terdapat peningkatan tingkat pengeluaran atas setiap item overhead pabrik. Satu
jenis biaya tertentu diklasifikasikan sebagai biaya tetap hanya dalam rentang
aktivitas yang terbatas yang disebut rentang relevan (relevance range).
C.
Biaya Semi
Biaya semi adalah biaya yang di dalamnya mengandung unsur
tetap dan mengandung unsur variabel.
Biaya semi ini dapat dikelompokkan dalam dua elemen
biaya yaitu:
1).
Biaya semi variabel
adalah biaya yang di dalamnya mengandung unsur tetap dan memperlihatkan
karakter tetap dan variabel.
Contoh: biaya listrik, telepon dan air, gas, bensin,
batu bara, perlengkapan, hiburan dan pemeliharaan, beberapa tenaga kerja tidak
langsung, asuransi jiwa kelompok untuk karyawan, biaya pensiun, pajak penghasilan,
biaya perjalanan dinas.
Ada dua alasan adanya karakteristik semi variabel pada
beberapa jenis pengeluaran sebagai berikut:
a. Pengeluaran minimum mungkin diperlukan atau kuantitas
minimum dari perlengkapan atau jasa
mungkin perlu dikonsumsi untuk memelihara kesiapan beroperasi.
b.Klasifikasi akuntansi, berdasarkan objek pengeluaran
atau fungsi umumnya mengelompokkan biaya tetap dan biaya variabel bersama-sama.
Biaya semi tetap adalah biaya yang berubah dan volume
secara bertahap.
Contoh: Gaji penyelia.
3.
Biaya dalam Hubungan dengan Departemen Produksi
Perusahaan pabrik dapat dikelompokkan menjadi
segmen-segmen dengan berbagai nama seperti: departemen, kelompok biaya, pusat
biaya, unit kerja, atau kerja yang dapat digunakan dalam pengelompokkan biaya
menjadi dua yaitu:
A. Biaya
langsung departemen
adalah biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke departemen bersangkutan.
Contoh: gaji mandor pabrik yang digunakan oleh
departemen bersangkutan.
B.
Biaya tidak langsung departemen adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri secara
langsung ke departemen bersangkutan.
Contoh: biaya penyusutan dan biaya asuransi merupakan
biaya yang manfaatnya digunakan secara bersama oleh masing-masing departemen.
4.
Biaya dalam Hubungan dengan Periode Waktu
Dalam hubungannya dengan periode waktu biaya dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
A.
Biaya pengeluaran modal adalah biaya yang dikeluarkan untuk memberikan
manfaat di masa depan dan dalam jangka waktu yang panjang dan dilaporkan
sebagai aktiva.
Contoh:
Pembelian mesin dan peralatan.
B.
Biaya pengeluaran pendapatan adalah biaya memberikan manfaat untuk periode
sekarang dan dilaporkan sebagai beban.
Contoh: mesin atau peralatan yang dibeli apabila
dikonsumsi akan kehilangan kegunaan dan akan menimbulkan apa yang disebut
dengan penyusutan.
C.
Biaya dalan Hubungan dengan Pengambilan Keputusan
Biaya dalam
rangka pengambilan keputusan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya relevan dan biaya tidak
relevan.
A. Biaya
Relevan
Biaya relevan adalah biaya masa akan datang yang berbeda
dalam beberapa alternatif yang berbeda.
Biaya relevan terdiri dari:
1).
Biaya diferensial
adalah selisish biaya atau biaya yang berbeda dalam beberapa alternatif
pilihan.
2).
Biaya kesempatan adalah
kesempatan yang dikorbankan dalam memilih suatu alternatif.
3).
Biaya tersamar adalah
biaya yang tidak kelihatan dalam catatan akuntansi tetapi mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan.
Contoh: biaya bunga.
4).
Biaya nyata adalah
biaya yang benar-benar dikeluarkan akibat memilih suatu alternatif.
Contoh: Biaya yang dikeluarkan akibat memilih jika
menerima pesanan dari luar.
5).
Biaya yang dapat dilacak
adalah biaya yang dapat dilacak kepada produk selesai.
Contoh: biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja
langsung.
B. Biaya
tidak relevan
Biaya tidak relevan adalah biaya yang dikeluarkan
tetapi tidak mempengaruhi keputusan apapun.
Biaya relevan dapat dikelompokkan menjadi elemen:
1).
Biaya masa lalu atau histori
adalah biaya yang sudah dikeluarkan tetapi tidak mempengaruhi keputusan apapun.
Contoh: pembelian mesin.
2).
Biaya terbenam adalah
biaya yang tidak dapat kembali.
Contoh: kelebihan nilai buku atas nilai sisa,
supervisor pabrik dan penyusutan bangunan.
Harga Pokok Produksi
Harga Pokok
Harga
pokok merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Menurut Mulyadi,
menyatakan bahwa :
“Harga
pokok digunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan
bahan baku menjadi produk.”
Maka
dapat dikatakan bahwa harga pokok merupakan sumber ekonomi yang diukur dalam
satuan uang, untuk memperoleh aktiva, maka akan membentuk harga pokok produksi.
Pengertian
Harga Pokok Produksi.
Menurut Hansen
dan Mowen yang diterjemahkan oleh Ancella A. Hermawan M.B.A., menyatakan bahwa
:
“Harga pokok produksi
mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan. Biaya yang hanya akan
dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur bahan langsung,
biaya tenaga kerja langsung dan overhead. Rincian dari biaya ini diuraikan
dalam daftar pendukung yang disebut sebagai laporan harga pokok produksi”.
Soemarso,
mengemukakan bahwa pengertian dari :
“Harga
pokok produksi adalah biaya barang yang telah diselesaikan selama suatu periode
disebut harga pokok produksi barang selesai (Cost
of Goods Manufactured) atau disingkat dengan harga pokok produksi. Harga
pokok ini terdiri dari biaya pabrik ditambah persediaan dalam proses awal
periode dikurangi persediaan dalam proses akhir periode. Harga pokok produksi
selama suatu periode dilaporkan dalam laporan harga pokok produksi (Cost of Goods Manufactured statement)”.
Pada
umumnya nilai harga pokok produksi pada perusahaan merupakan penjumlahan antara
biaya pabrik dengan persediaan awal barang dalam proses dikurangi dengan
persediaan akhir barang dalam proses. Biaya ini merupakan biaya produksi dari
barang yang telah diselesaikan selama satu periode. Harga pokok produksi ini
pada laporan laba rugi akan mempengaruhi harga pokok penjualan.
Manfaat
Informasi Harga Pokok Produksi
Dalam
perusahaan manufaktur, informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk
jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen. Menurut Mulyadi menyatakan
bahwa :
“Manfaat
informasi harga pokok produksi yaitu :
1.
Menentukan harga jual produk
2.
Memantau realisasi biaya produksi
3.
Menghitung laba atau rugi periodik
4.
Menentukan harga pokok persediaan produk
jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.”
Uraian
dari manfaat informasi harga pokok produksi menurut Mulyadi adalah sebagai
berikut :
1.
Menentukan
harga jual produk
Perusahaan
yang berproduksi massa memproses produknya untuk memenuhi persediaan di gudang.
Biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan
informasi biaya produksi per satuan produk. Penetapan harga jual produk, biaya
produksi per unit merupakan salah satu data yang dipertimbangkan disamping data
biaya lain. Informasi taksiran biaya produksi per satuan yang akan dikeluarkan
untuk memproduksi produk dalam jangka waktu tertentu dipakai sebagai salah satu
dasar untuk menentukan harga jual per unit produk yang akan dibebankan kepada
pembeli.
2.
Memantau
realisasi biaya produksi
Manajemen
memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan di dalam
pelaksanaan rencana produksi tersebut. Maka, akuntansi biaya digunakan untuk
mengumpulkan informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu
tertentu untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya
produksi sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya.
3.
Menghitung
laba atau rugi periodik
Informasi
laba atau rugi bruto periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk
dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi. Maka, metode
harga pokok proses digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya
produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk periode tertentu guna menghasilkan
informasi laba atau rugi bruto tiap periode.
4.
Menentukan
harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam
neraca.
Pada
saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggung jawaban keuangan periodik,
manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan
rugi-laba. Dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan
produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses.
Dalam
menentukan efesiensi biaya produksi, kita dapat memantau realisasi biaya
produksi, yaitu apabila produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan
telah dilaksanakan, pihak manajemen membutuhkan informasi biaya produksi yang
dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses produksi
mengkonsumsi total biaya produksi sesuai yang diperhitungkan sebelumnya.
Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu tertentu tersebut dilakukan
dengan menggunakan metode harga pokok produksi.
Activity
Based Costing
Sebelum
mendefinisikan Activity Based Costing
kita harus mendefinisikan istilah-istilah : aktivitas, sumber daya, objek biaya, cost pool, elemen biaya, dan cost driver.
Aktivitas
adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Aktivitas adalah tindakan,
gerakan, atau rangkaian pekerjaan. Aktivitas juga didefinisikan sebagai
kumpulan tindakan yang dilakukan dalam organisasi yang berguna untuk tujuan
penentuan biaya berdasarkan aktivitas.
Sumber
daya merupakan unsur ekonomis yang dibebankan atau digunakan dalam pelaksanaan
aktivitas. Gaji dan bahan, merupakan contoh sumber daya yang digunakan untuk
melakukan aktivitas.
Objek
biaya bentuk akhir dimana pengukuran
biaya diperlukan. Contoh objek biaya adalah pelanggan, produk, jasa, kontrak,
proyek atau unit kerja lainnya dimana manajemen menginginkan pengukuran biaya
secara terpisah.
Elemen
biaya merupakan jumlah yang dibayarkan untuk sumber daya yang dikonsumsi oleh
aktivitas dan terkandung di dalam ‘cost
pool’. Contohnya ‘cost pool’
untuk hal-hal yang berkaitan dengan mesin mungkin mengandung elemen biaya untuk
tenaga, elemen biaya teknik dan elemen biaya depresiasi.
Cost driver
adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas, cost driver merupakan faktor yang dapat
diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas
ke aktivitas lainnya, produk atau jasa. Ada dua jenis cost driver yaitu :
1. Driver
sumber daya (resources driver) merupakan
ukuran kuantitas sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas. Cost driver digunakan untuk membebankan
biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas ke ‘cost pool’ tertentu. Contoh ‘resources
driver’ adalah persentase dari luas total yang digunakan oleh suatu
aktivitas.
2. Driver
aktivitas (Activity driver) adalah
ukuran frekuensi dan intensitas permintaan terhadap suatu aktivitas terhadap
objek biaya. ‘Activity driver’
digunakan untuk membebankan biaya dari ‘cost
pool’ ke objek biaya. Contoh Activity
driver adalah jumlah suku cadang yang berbeda yang digunakan dalam produk
akhir untuk mengukur konsumsi aktivitas penanganan bahan untuk setiap produk.
Pengertian Activity Based Costing
Activity Based Costing
merupakan sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk
memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang
melalui pengelolaan aktivitas.
Pengertian
Activity Based Costing menurut Edward
J.Blocher, Kung H.Chen, Thomas W. Lin Mendefinisikan bahwa :
“Activity Based Costing adalah
Pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya
seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk
objek biaya tersebut.”
(2007 : 222)
Sedangkan
menurut Armila Krisna Warindrani adalah
sebagai berikut :
“Activity Based Costing adalah
Salah satu metode kontemporer yang diperlukan manajemen modern untuk
meningkatkan kualitas dan output, menghilangkan waktu aktivitas yang tidak
menambah nilai, mengefisienkan biaya, dan meningkatkan kontrol terhadap kinerja
perusahaan.”
(2006 : 2007)
Dari kedua definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa Activity Based Costing
adalah Salah satu metode dalam perhitungan biaya berdasarkan aktivitas yang dilakukan, sehingga dapat diperoleh keterangan mengenai aktivitas apa
saja yang tidak memberikan nilai tambah sehingga menyebabkan pemborosan.
2.1.3.2 Manfaat Activity Based Costing
Activity
Based Costing membantu
mengurangi distorsi yang disebabkan oleh aloksi biaya tradisional. Activity Based Costing juga memberikan
pandangan yang jelas tentang bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa, dan
aktivitas perusahaan yang memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar
dalam jangka panjang.
Menurut
Sulastiningsih dan zulkifli memaparkan
manfaat Activity Based Costing adalah
sebagai berikut :
1. Memperbaiki kualitas proses pembuatan keputusan
melalui penyediaan informasi biaya produk yang lebih akurat.
2. Perusahaan dengan biaya overhead pabrik tinggi, produk
beragam dan berbagai ukuran lot produksi, Activity
Based Costing menawarkan bantuan untuk memperbaiki proses kerja dengan
penyediaan informasi yang membantu manajemen dalam melakukan identifikasi
kegiatan yang memerlukan banyak pekerjaan.
3. Menyediakan informasi biaya berdasarkan aktivitas,
sehingga memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan identifikasi aktivitas non
value added untuk dieleminasi, atau menyediakan informasi yang relevan untuk
implementasi Activity Based Manajemen.
4. Activity Based
Costing memfokuskan pada aktivitas yang mengkonsumsi sumber
daya tidak langsung, sehingga dapat membantu manajemen dalam mengelola
aktivitas overhead serta memudahkan dalam estimasi biaya overhead.
(2006 : 65)
Berdasarkan
kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat dari Activity Based Costing adalah untuk menyajikan biaya produk yang
lebih akurat serta informatif, dan untuk menyajikan pengukuran yang lebih
akurat serta untuk memudahkan para manajer untuk memberikan suatu informasi
tentang biaya yang lebih relevan untuk pengambilan keputusan bisnis.
2.1.3.3
Keterbatasan Activity Based Costing
Meskipun
Activity Based Costing memberikan
alternatif penelusuran biaya ke produk individual secara lebih baik, tetapi
juga mempunyai keterbatasan yang harus diperhatikan oleh manajer sebelum
menggunakannya untuk menghitung biaya produk.
Menurut
Henry Simamora memaparkan keterbatasan Activity Based Costing adalah sebagai
berikut :
1.
Alokasi.
Walaupun
tersedia data aktivitas, beberapa biaya kemungkinan membutuhkan alokasi ke
departemen dan produk berdasarkan ukuran volume arbitrer karena pencarian
aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya mungkin tidak akan praktis.
2.
Penghilangan biaya.
Beberapa
biaya yang diidentifikasi dengan produk tertentu dihilangkan dari analisis.
Aktivitas-aktivitas yang menyebabkan biaya seperti itu dapat meliputi
pemasaran, periklanan, riset, dan pengembangan, rekayasa produk, dan klaim
garansi. Biaya tambahan akan sekadar ditelusuri ke masing- masing produk dan
ditambahkan ke biaya pabrikasi guna menentukan jumlah biaya produk. Pada
dasarnya, biaya administratif dan pemasaran tidak dimasukan ke dalam biaya
produk karena persyaratan pelaporan keuangan menurut prinsip akuntansi yang
berlaku di Indonesia bahwa biaya tersebut dimasukkan sebagai biaya periode.
3.
Beban dan waktu yang dikonsumsi.
Sistem Activity Based Costing sangat mahal
untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Sistem ini juga sangat memakan waktu.
Sebagaimana sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif
lainnya, sistem Activity Based Costing
memakan waktu lebih dari satu tahun untuk dikembangkan dan diterapkan secara
berhasil.
(2002:
133)
2.1.3.4
Kelemahan Activity Based Costing.
Menurut
Kamaruddin Ahmad menyatakan bahwa kelemahan Activity
Based Costing:
1.
Alokasi, beberapa biaya dialokasikan
secara sembarangan, karena sulitnya menemukan aktivitas biaya tersebut. Contoh
pembersihan pabrik dan pengelolaan proses produksi.
2.
Mengabaikan biaya, biaya tertentu yang
diabaikan dari analisis. Contoh
iklan, riset, pengembangan, dan sebagainya.
3.
Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi,
disamping memerlukan biaya yang mahal
juga memerlukan waktu yang cukup lama.”
(2005
: 18)
Berdasarkan
kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Activity
Based Costing memiliki kelemahan yaitu pengalokasian biaya yang secara
sembarangan, pengabaian biaya, dan memerlukan biaya yang mahal juga waktu yang
cukup lama.
2.1.3.5 Tingkatan Biaya dan
Pemicu
Cost driver
atau pemicu biaya digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada output yang secara stuktural berbeda
dengan yang digunakan dalam system biaya konvensional. Dalam sistem
konvensional cost driver hanya
dilihat pada tingkat unit. Dalam Activity Based Costing
terdapat
beberapa cost driver, yaitu :
1. Unit
level activities, yaitu
aktivitas yang dikerjakan setiap satu unit produk diproduksi.. Biaya ini
berhubungan secara proporsional dengan volume produk, seperti biaya bahan baku,
biaya kerja langsung, biaya angkut.
2. Batch
level activities, yaitu
aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu batch produk diproduksi. Biaya ini
tidak berhubungan secra proporsional dengan setiap unit produk, tetapi
berhubungan proporsional dengan banyaknya batch output yang diproduksi.
Misalnya set-up dalam setiap kali menangani order, memicu timbulnya biaya
set-up mesin.
3. Product
sustaining activities, yaitu
aktivitas untuk mempertahankan produk agar tetap ada di pasaran dan tetap laku
dijual. Biaya ini tidak mempunyai hubungan proporsional dengan jumlah unit yang
diproduksi dan jumlah batch produk,
misalnya biaya penelitian dan pengembangan produk, biaya desain, proses
produksi, biaya desain produk.
4.
Facility sustaining activities : yaitu aktivitas yang ditujukan untuk mempertahankan
kapasitas produk dan usaha-usaha untuk menghindari idle capacity. Biaya ini tidak memiliki hubungan langsung dengan
volume produksi, melainkan bersifat periodikal, misalnya biaya penyusutan,
biaya asuransi, dan biaya pajak bumi dan bangunan.
2.1.4
Pengertian Akuntansi Biaya Konvensional
Pengertian Akuntansi biaya konvensional menurut
Mulyadi :
“Akuntansi biaya konvensional adalah akuntansi biaya
yang didesain untuk perusahaan manufaktur dan yang berorientasi ke penentuan
kos produk dengan fokus biaya pada tahap produksi.”
( 2003 : 149)
Sedangkan menurut Henry
Simamora adalah sebagai berikut :
“Sistem penentuan biaya
tradisional mengukur sumber daya yang dikonsumsi sepadan dengan banyaknya
produk yang dihasilkan.”
(2002 : 117)
Sistem akuntansi biaya konvensional adalah sistem
akuntansi yang menggunakan pendekatan volume
based costing, dimana biaya ditelusuri ke produk karena tiap unit produk
diasumsikan mengkonsumsi sumber daya yang digunakan. Metode konvensional dapat
mengukur penggunaan sumber daya yang dikonsumsi oleh produk secara akurat, akan
tetapi beberapa sumber daya organisasi muncul untuk aktivitas yang tidak
relevan dengan jumlah fisik unit yang diproduksi. Jadi untuk beberapa alokasi
biaya produk yang diproduksi tidak tepat karena beberapa produk tersebut tidak
mengkonsumsi sumber daya yang ada. Dasar alokasi dapat berupa tenaga kerja
langsung, material, waktu pemrosesan atau unit yang diproduksi.
2.1.5
Kelemahan Sistem Konvensional
Menurut
Sulastiningsih dan Zulkifli menyatakan
bahwa kelemahan Konvensional
yaitu :
1. Sistem penetapan biaya produk konvensional memang
tidak dirancang untuk penetapan biaya produk yang akurat, sebab tujuan utamanya
hanya dimaksudkan untuk menetapkan biaya persediaan.
2. Kurang adaptif terhadap perubahan, khususnya perubahan
proses produksi, dari padat karya ke padat modal. Hal ini akan berdampak pada
peningkatan konsumsi sumber daya tidak langsung, yang oleh akuntansi biaya
konvensional dibebankan ke produk dengan tarif agregatif.
( 2006 : 55)
2.1.6
Perbandingan Activity
Based Costing dengan Konvensional.
Hierarki klasifikasi aktivitas memungkinkan Sistem Activity Based Costing menelusuri biaya
ke produk melalui aktivitas. Biaya overhead
pabrik dibebankan ke ‘cost pool’
atau pusat aktivitas dan tidak dibebankan berdasarkan departemen. Biaya pusat
aktivitas dibebankan ke produk atau jasa. Proses pembebanan terdiri dari tiga
tahap : Pertama, Biaya ditelusuri ke driver sumber daya yang sama atau serupa
yang dibebankan ke ‘cost pool’ atau
pusat aktivitas. Kedua, tarif overhead
pabrik dihitung untuk setiap aktivitas berdasarkan driver aktivitas tertentu.
Perbedaan utama antara sistem penentuan biaya konvensional dengan Activity Based Costing terdapat pada
tahap kedua dan ketiga.
2.2
Kerangka Pemikiran
PT AGRONESIA Divisi
Industri Teknik Karet “Inkaba” Bandung adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam industri hilir
perkaretan yang produksinya berdasarkan pesanan. Seperti halnya perusahaan
industri lainnya, perusahaan industri ini mempunyai kegiatan memproduksi bahan
baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Metode perhitungan harga pokok produksi merupakan
salah satu komponen penting dalam menentukan kemajuan perusahaan dalam
menghadapi dunia persaingan yang semakin ketat. Saat ini perusahaan menggunakan
metode konvensional dalam menetapkan harga pokok produksinya yaitu dengan
menggunakan pemicu biaya jam kerja mesin. Pada metode konvensional banyak
sumber daya yang tidak terakomodir dan tidak terdistribusikan secara berimbang
terhadap produk.
Sulastiningsih dan Zulkifli mengemukakan adanya
gejala-gejala dari sistem kos yang sudah usang dan segera memerlukan
perancangan sistem kos baru, gejala-gejala tersebut antara lain :
1.
Profit
margin untuk
masing-masing produk sulit dijelaskan
2.
Produk yang sulit diproduksi dilaporkan
sangat menguntungkan meskipun tidak dijual dengan harga premium.
3.
Hasil-hasil penawaran (kemenangan atau
kekalahan tender) sulit dijelaskan, karena tidak dapat diprediksi oleh sistem
biaya dengan cukup akurat.
4.
Menjual produk yang bervolume tinggi
dengan harga relatif mahal, sebaliknya yang bervolume rendah dengan harga
relatif murah. Padahal harga-harga yang ditawarkan para pesaing adalah
sebaliknya.
5.
Penjual menawarkan suku cadang komponen
rakitan dengan harga yang relatif sangat murah.
6.
Para pelanggan tidak bereaksi atas
kenaikan harga, bahkan oleh kenaikan harga yang tidak dipicu oleh kenaikan
biaya.
( 2006 : 55)
Kelemahan dari sistem biaya
konvensional disebabkan oleh kelemahan dari rancangan sistem tersebut, yaitu :
·
Hanya
jam atau kos tenaga kerja langsung yang digunakan untuk mengalokasikan overhead dari pusat biaya ke produk.
·
Hanya
basis alokasi yang berkaitan dengan volume, seperti : jam kerja, jam mesin dan
rupiah bahan yang digunakan untuk mengalokasikan overhead dari pusat biaya ke produk.
·
Pusat
biaya terlalu besar dan terdiri dari mesin-mesin dengan struktur kos overhead yang sangat berbeda satu sama
lain.
·
Biaya
pemasaran dan penyerahan produk sangat bervariasi untuk masing-masing saluran
distribusi, sedangkan sistem biaya konvensional mengabaikan biaya pemasaran.
Berdasarkan
kelemahan yang ada metode Konvensional, maka digunakan pendekatan baru dalam
alokasi biaya pada produk yaitu Activity Based
Costing. Metode ini memfokuskan pada aktivitas yang dilakukan untuk
memproduksi produk, biaya ditelusuri ke aktivitas dan aktivitas ditelusuri ke
produk berdasarkan pemakaian aktivitas dari setiap produk. Sistem ini dimulai
dengan mengasumsikan sumber daya tidak langsung yang mendukung dalam memberikan
kemampuan untuk membentuk aktifitas, tidak mengalokasikan biaya secara umum.
Activity Based Costing memberikan
informasi biaya yang lebih akurat karena berdasarkan aktivitas-aktivitas yang
terjadi. Masing-masing produk atau jasa menyerap aktivitas yang berbeda-beda
sesuai dengan proporsi konsumsi aktivitas yang diserapnya. Tiap- tiap aktivitas
mempunyai dasar pembebanan biaya yang berbeda antara satu aktivitas lainnya,
yang disebut cost driver.
Pengertian Activity
Based Costing menurut Henry Simamora :
“Activity Based
Costing adalah sistem akuntansi yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang
dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa.”
(2002 : 125)
Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Activity Based Costing merupakan sistem akuntansi yang
digunakan untuk menentukan biaya produk yang
dilakukan dengan membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi
sumber daya yang digunakan oleh aktivitas.
Adapun
yang membedakan secara prinsip antara pendekatan konvensional dan Activity Based Costing pada langkah
pertama adalah ketelitian Activity Based
Costing dalam menelusuri konsumsi sumberdaya dalam proses pembebanan biaya overhead ke pusat biaya berdasarkan
sebab akibat. Untuk mencapai tujuan ini metode Activity Based Costing menggunakan dasar pembebanan biaya overhead
yang lebih teliti dan membentuk pusat biaya yang lebih banyak, sehingga
penggunaan sumberdaya dapat diikuti dengan teliti ke pusat biaya yang
mengkonsumsinya. Pada tahap kedua yaitu saat biaya overhead dari pusat biaya dialokasikan ke produk atau jasa. Dengan
demikian sistem Activity Based Costing ini
akan memungkinkan pembebanan biaya-biaya ke produk atau jasa dengan lebih adil
dan membuat harga jual produk lebih sesuai.
Metode
Activity Based Costing adalah sistem
yang terdiri atas dua tahap yaitu pertama melacak biaya ke berbagai aktivitas,
dan kedua ke berbagai produk. Dalam metode konvensional juga melibatkan dua
tahap, namun pada tahap pertama biaya-biaya tidak dilacak ke aktivitas tetapi
ke unit organisasi. Misalnya pabrik atau departemen-departemen. Sistem
penentuan harga pokok Activity Based Costing menggunakan
cost driver dalam jumlah yang jauh
lebih banyak dibandingkan dengan Konvensional, sehingga meningkatkan
ketelitian.